Minggu, 31 Mei 2015

Perkembangan Perbankan dan Pasar Modal Islam di Negara Malaysia Bagian 1

Oleh: Yurda Indari, S.E.I
A.    Pendahuluan
Sejak usainya perang dingin pada dekade 1990-an, tata ekonomi dunia mulai berubah dari semula ada dua kubu ekonomi, yaitu ekonomi komunis dan ekonomi kapitalis, kemudian sebagian besar negara menganut sistem ekonomi pasar dan hanya beberapa negara yang masih menganut sistem ekonomi komunis, antara lain Korea Utara dan Kuba. Karakteristik utama dari negara yang menganut sistem ekonomi pasar tercermin dari adanya Bursa Efek dan kegiatan ekonomi yang dimiliki serta digerakkan oleh pihak swasta.[1]
Kegagalan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis yang menerapkan sistem bunga pada pembagian keuntungan dalam pinjaman bank dan transaksi di pasar modal membuat masyarakat mencari solusi yang lebih aman dan lebih kuat bertahan saat terjadi krisis keuangan global.
Seiring tumbuh dan berkembangnya sistem ekonomi Islam, dunia perbankan dan pasar modal Syariah pun hadir menawarkan sistem transaksi yang halal dan juga memberikan kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki perbankan dan pasar modal konvensional.

Secara historis, perdebatan mengenai penerapan asas-asas islam dalam bidang perniagaan mulai mencuat pada tahun 1950, yang kenyataannya tidak terjadi dikebanyakan wilayah Timur tengah, tetapi justru di Pakistan. Dalam UUD Negara Pakistan telah disisipkan pasal yang melarang pemungutan bunga yang diidentifikasikan dengan riba. Meskipun Pakistan sempat gagal dalam melarang bunga dan riba secara rasional, namun negeri ini tercatat sebagai negeri islam pertama yang pada akhirnya pada tahun 1950-an mendirikan bank lokal bebas bunga disebuah pedesaan. Setelah berjalan kurang lebih dari sepuluh tahun, bank ini pun pada akhirnya harus gulung tikar di awal tahun 1960-an meskipun demikian berbagai hutang yang menjadi tanggungannya telah dapat diselesaikan dengan baik.[2]
Dalam perkembangannya, islamisasi sistem perbankan di Pakistan mendapat momentum yang kuat di akhir tahun 1970-an. Sebuah dewan ideologi Isal, A council of Islamic ideology, telah direncanakan sejak September 1977 bersama dengan kelompok yang sepaham dan sependirian. Kemudian sistem perbankan islam di Pakistan secara nasional diresmikan pada bulan Februari 1979. Pada tahun 1979 berdirilah empat lembaga kuangan islam, yaitu House Building Finance Corporation, Investment Corporation of Pakistan, National Investment Trust and Bunkers Equity Limited. Yang mendirikan fasilitas pendanaan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Pada bulan Juni 1989, The State bank of Pakistan mulai menggunakan prinsip bagi hasil (Mudharabah/profit sharing) dan menaikkan harga yang melibatkan badan pemerintahan.
Ketika eksperimen bank bebas bunga di Pakistan mengalami kemunduran pada tahun 1956, Mesir justru melakukan eksperimen baru dengan mendirikan Mit Ghamr Local Saving Bankyang dicetuskan oleh Ahmad Al- NAggar. Dengan eksperimen ini sepeti di pakistan Mesir pun mencatat sejarah baru sebagai negara Timur-Tengah pertama yang mendirikan bank Islam. 
Belahan negara islam lain yang melakukan islamisasi sistem perbankan adalah Iran pada tahun 1985 dan Sudan pada tahun 1977, Faisal Islamic Bank of Sudan (FIBS) didirikan oleh Dewan Rakyat Nasional Sudan. Selanjutnya, lebih dari lima bank islam pun telah dibangun di Sudan.
Sistem perbankan syariah berkembang pula diberbagai kawasan Asia Tenggara, salah satunya negara Malaysia. Malaysia dikenal sebagai pioner utama pembangunan sistem perbankan islam. Bahkan sampai saat ini perbankan syariah di Malaysia disebut-sebut sebagai perbankan syariah paling progresif dibandingkan negara-negara lain di Asia tenggara.

Terhitung sejak tahun 1970-an, Negeri Jiran Malaysia mulai menerapkan sistem perekonomian yang dilakukan oleh Empat Macan Asia Singapura, Taiwan, Hongkong dan Korea Selatan yakni dengan merubah komitmen ekonomi dari yang tadinya berbasis pada pertambangan dan pertanian beralih menjadi perekonomian yang mengandalkan sektor manufaktur. Ketika Jepang mulai menanamkan investasinya, maka industri-industri berat mulai dicoba yang karenanya menjadi ekspor Malaysia menjadi mesin pertumbuhan utamanya.
Malaysia pun kemudian menerima lebih dari 70% pertumbuhan PDB dengan tingkat inflasi yang rendah. Secara fundamental, pertumbuhan Malaysia tersebut sangat bergantung pada ekspor bahan elektronik semacam chip komputer dan lainnya. Keadaan demikian, kemudian membuat Malaysia merasa berat ketika krisis ekonomi tahun 1998 melanda. Disamping itu, kemerosotan dalam sektor teknologi informasi terjadi pada tahun 2001.
Pemerintahan Malaysia pernah mengupayakan untuk mengurangi angka kemiskinan dengan kebijakan yang cukup kontroversial yang disebutnya Kebijakan Ekonomi Baru Malaysia (NEP). Goal utamanya yang ingin dicapai ialah menghilangkan keterkaitan ras dengan fungsi ekonomi, dan lima tahun pertama mulai mengimplementasikan NEP sebagai Rencana Malaysia Kedua. Pro dan kontra tentang NEP ini terus bermunculan sekalipun program tersebut kemudian dihapuskan pada tahun 1990-an.
Malaysia memiliki keunggulan ekonomi yakni sejumlah elemen makroekonominya stabil, tingkat inflasi dan pengangguran tetap bertahan dibawah angka 3%, utang luar negeri yang rendah, serta simpanan pertukaran asing yang sehat. Keadaan seperti itu tentu memungkinkan Malaysia mampu terhindar dari krisis yang sama pada tahun 1998 silam. Meski demikian, untuk prospek jangka panjangnya nampak kurang baik akibat kurangnya perubahan dalam sektor badan hukum yang berurusan dengan utang korporat yang tinggi dan kompetitif.
Malaysia pernah diingatkan oleh Direktur London School of Economics Howard J. Davies bahwa kalau ingin pasar modalnya fleksibel lagi, maka tiada cara lain supaya para pejabat di negara tersebut mencabut larangan penjualan singkat. Peringatan tersebut kemudian diikuti oleh kebijakan mencabut larangan penjualan singat sehingga kini Malaysia dipandang sebagai negara industri baru.


[1] Samsul, Mohamad. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga. Hal. 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar