Rabu, 28 Januari 2015

Memahami Konsep dan Objek Filsafat Islam Upaya Untuk Membangkitkan Kembali Tradisi Keilmuwan dan Peradaban Islam

Oleh: Yurda Indari 
A.  Pendahuluan
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam peradaban Islam dikhususkan dalam pembahasan tertentu. Franz Dahler dan Eka Budianta dalam Jalaluddin mengungkapkan zaman keemasan Islam sebagai puncak kedua dalam pengunaan kesadaran rasional yang dicapai oleh kebudayaan Islam Abad Pertengahan[1].

Dalam sejarah kelahiran ilmu filsafat Islam dilatarbelakangi oleh adanya usaha penerjemahan naska-naska ilmu filsafat ke dalam bahasa Arab yang telah dilakukan pada masa klasik Islam. Usaha ini melahirkan sejumlah filsuf besar Muslim[2]. Puncak perkembangan ilmu pengetahuan Islam sering dihubungkan dengan kejayaan kekhalifahan Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiyah. Kedua kekhalifahan ini dinilai paling besar kontribusinya dalam melahirkan beradaban dunia. Kota yang paling terkenal sebagai pusat peradaban Islam ini adalah Baghdad, baghdad lebih dahulu melahirkan filsuf Muslim daripada dunia Islam bagian barat yang berpusat di Cordoba, Spanyol[3].
Nurcholish Madjid dalam Supriyadi menyatakan bahwa sumber dan pangkal tolak filsafat dalam Islam adalah ajaran Islam sendiri, meskipun memiliki dasar yang kokoh dalam sumber-sumber ajaran Islam sendiri, filsafat Islam banyak mengandung unsur-unsur dari luar, terutama Hellenisme atau dunia pemikiran Yunani[4]
Meskipun begitu, Aktivitas para filsuf Muslim dalam menterjemahkan naska filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab didasari pada penafsiran Al-Quran, kecenderungan menafsirkan Al-Quran secara filosofis sangat besar. Al-Kindi, yang dikenal sebagai Bapak Filsuf Arab dan Muslim, berpendapat bahwa untuk memahami Al-Quran dengan benar, isinya harus ditafsirkan secara rasional, bahkan filosofis[5].
Melalui terjemahan dan karya para ilmuwan Muslim ini, perkembangan keilmuwan Eropa mulai “mengeliat”. Hal ini terlihat dari banyaknya buku-buku karya ilmuwan Islam yang mencapai 500.000 buku di perpustakaan Cordova di Spanyol. Pengaruh ilmuwan Muslim mampu mendobrak pemikiran yang keliru yang sudah baku, baik yang menyangkut penafsiran fenomena alam maupun dalam melakukan penalaran[6].
Peradaban Islam dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologinya, memang pernah mencapai puncak perkembangannya. Namun kemudian, revolusi Industri pada awal Abad Modern mejadikan Eropa (Barat) sebagai “pengemban baru” peradaban dunia, mengantikan peradaban Islam. Peradaban Islam kehilangan “pamor” seiring dengan proses kegagalnya yang dialami dunia Islam. Proses keruntuhan peradaban Islam berlangsung cukup lama, hingga berakhir pada kekuasaan politik. Di lingkungan kekhalifahan Abbasiyah faktor pemicunya terjadi karna sistem pemerintahan yang berpusat di tangan khalifah. Penerus kekhalifahan yang semakian melemah sehingga mereka tidak memiliki kekuasaan[7].      
Dari latar belakang diatas menunjukkan bahwa perkembangan filsafat Islam dimulai dari usaha ilmuwan Muslim dengan melakukan fenafsiran Al-Quran secara filosofis. Untuk memahami bagaimana ilmuwan Muslim bisa berkembang dan mengkaji keilmuwan secara Islam, maka ilmuwan harus mengetahu bagaimana konsep filsafat dalam Islam, apa saja yang menjadi objek filsafat Islam?, bagaimana tradisi keilmuwan Islam sehingga mampu membangun peradaban Islam yang pernah berjaya dimasanya?. Semua pertanyaan diatas akan dijelaskan lebih mendalam dalam makalah ini.

B.  Konsep Filsafat Islam
1.      Pengertian Filsafat
Secara etimologi kata filsafat dalam bahasa Arab falsafah yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philisophy, adalah berasal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berartikebijaksanaan (wisdom)Jadi secara bahasa filsafat dapat diartikancinta kebijaksanaan (love of wisdom)[8].Dalam Lisan Al-A’rab, kata falsafat berakar dari katafalsafa, yang memiliki arti al-hikmah. Dalam uangkapan Arabnya, cabang ilmu ini disebut ”ulum al-hikmah” atau secara singkat al-hikmah yang artinya kebijaksanaan. Pelaku filsafat disebut failusuf (dari bahasa Yunani) dan dalam bahasa Arab  disebut al-hakim yang berarti ahli hikma atau orang bijak[9].
Secara termonilogi pengertian filsafat atau dalam bahasa Arab disebut al-hikma diungkapkan Al-Arabi dalam Supriyadi bahwa kata Al-hikmahbermaknaproses pencarian hakikat sesuatu dan perbuatan. Pendapat lain dari Ar-raghib dalam Supriyadi mengugkapkan bahwa hikma ialah memperoleh kebenaran dengan perantaraan ilmu dan akal. Nurcholish Madjid mengartikan bahwa hikma itu berartiilmu pengetahuan, filsafat, kebenaran, bahkan merupakan rahasia Tuhan yang tersembunyi yang hanya bisa diambil manfaat dan pelajarannya pada masa dan waktu yang lain[10].
Dalam tradisi filsafat, agar sampai pada suatu makna yang esensi dari suatu hal, seseorang harus melakukan penjelasan secara radikal, logis dan serius[11]. Sebagaimana Jujun S. Suriaasumantri mengartikan filsafat sebagai suatu cara berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Tak satu hal yang bagaimanapun kecilnya terlepas dari kefalsafahan[12]. Hal inilah yang menyebabkan Aristoteles memberikan komentar “Apabila hendak menjadi filsuf, anda harus berfilsafat, dan apabila tidak mau menjadi filsuf, anda harus juga berfilsafat[13].
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kata filsafat sendiri berasal dari bahasa arab yaitu falsafah yang memiliki arti al-hikmah dan dalam Islam bidang ilmu yang membahas tentang filsafat disebut dengan istilah al-hikmah­ yang diartikan sebagai proses pencarian hakikat kebenaran dengan mengunakan ilmu dan akal dari suatu perbuatan untuk mengambil manfaat dan pelajaran pada waktu mendatang.Filsafat diartikan sebagai cara perpikir yang mengakar dan menyeluruh, mengupas segala sesuatu secara mendalam.

2.      Makna Filsafat Islam
Kajian filsafat Islam sarat dengan muatan teologis dan historis. Secara historis, tarik-menarik kepentimgan bahwa filsafat itu murni atau tidak murni dari Islam adalah fakta yang tifak bisa dihindari. Saling mengklaim antarilmuwan Barat dan Islam menjadi lembaran panjang dalam perjalanan filsafat. Namun, pada perkembangan selanjutnya, filsafat diakuinya sebagai bagian dari agama Islam karena memiliki tujuan yang sama, yakni mencari hakikat kebahagiaan dengan jalan yang benar. Tetapi, ada perbedaan yang mencolok antara filsafat dalam Islam dengan sejarah filsafat dari Yunani[14].
Pemikiran filsafat banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Namun, pada dasarnya filsafat baik di Barat, India, dan Cina muncul dari yang sifatnya religius. Di Yunani dengan mitosnya, di India dengan Kitab Wedanya, dan di Cina dengan Confusiusnya[15]. Sama halnya filsafat Islam yang memiliki sumber utama yaitu dari Al-Quran yang merupakan wahyu dari Allah. Pada konvensi antar ilmuwan bahwa filsafat Islam memiliki pengertian tersendiri karena ia memiliki sumber utama, yaitu Al-Quran.Atas kenyataan ini, beragam definisi pun mengalir dari berbagai tokoh tentang filsafat Islam.
Ada banyak pendapat terkait dengan pengunaan istilah filsafat Islam atau filsafat Arab, atau filsafat Muslim, namun yang disepakati oleh banyak tokoh dengan alasan dan argumentasinya masing-masing maka istilah yang lebih tepat digunakan adalah Filsafat Islam. Diantaranya Ibrahim Madzakur dalam Supriyadi berpendapat bahwa Islam bukan hanya akidah atau keyakinan semata-mata, melainkan juga peradaban dan sikap peradaban mencakup segi-segi kehidupan moral, material, pemikiran dan perasaan. Jadi filsafat Islam adalah segala studi filsafat yang dilukis di dalam dunia Islam, baik penulisnya orang Muslim, Nasrani ataupun Yahudi[16].
Thahir Abdul Muin dalam Supriyadi berpendapat bahwa pengertian filsafat Islam adalah jembatan yang menghubungkan antara falsafah kuno dan falsafah pada abad kebangkitan. Selain itu, mengambarkan bahwa Islam bersifat toleran dan lapang dada sehingga falsafah Yunani kuno dapat bernaung dan dipelihara oleh umat Islam. Ahmad Azhar Basyir dalam Supriyadi mengartikan filsafat Islam sebagai cara berpikir secara ilmiah, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan dan radikal tentang hukum Islam. Pendapat lain yang dikemukankan oleh Amir Syarifudin dalam Supriyadi penyatakan bahwa pengertian filsafat Islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia dan tujuan Islam, baik yang menyangkut materinya maupun penetapannya. Dan Ahmad Chotib dalam Supriyadi menyatakan bahwa filsafat Islam adalah filsafat yang berusaha menangani pertanyaan-pertanyaan fundamental secara ketat, konsepsional, metodis, koheren, sistematis, radikal, universal dan komprehensif, rasional serta bertanggungjawab[17].
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa konsep filsafat Islam adalah cara berpikir ilmiah untuk memahami hakikat dari ilmu pengetahuan yang dilakukan secara mendalam sampai keakar-akarnya dengan bersumber pada Al-Quran dan Hadist.

C.  Objek Filsafat Islam
Objek filsafat meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Objek filsafat adalah mencari keterangan sedalam-dalamnya. Objek filsafat dibagi menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek material menyelidiki bagian yang abstark dan objek formal adalah mencari keterangan sedalam-dalamnya tentang objek material filsafat, yaitu segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada[18].
Menurut Surajiyo objek material adalah suatu bahan yang menjadi tujuan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Pengertian lain adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Sedangkan pengertian objek formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot[19].
Endang Saifuddin Anshari dalam Supriyadi menjelaskan lebih rinci bahwa objek filsafat terdiri dari objek material filsafat dibagi atas tiga persoalan pokok, yaitu hakikat Tuhan, hakikat alam, dan hakikat manusia. Sedangkan objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan secara mendalam sampai ke akarnya tentang tentang objek materi filsafat[20].
Menurut Hamzah Ya’qub dalam Supriyadi[21] bahwa objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya tentang:
1.      Ada Umum, yaitu menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam filsafat umum ada umum disebut “ontologia” atau “ontonos” dari bahasa Yunani yang berarti “ada”. Dalam bahasa arab digunakan istilah untulujia dan ilmu kainat.
2.      Ada Mutlak, sesuatu yang ada secara mutlak, yaitu zak yang wajib adanya, tidak bergantung pada apa dan siapapun juga. Ia terus menerus ada karena adanya dengan pasti. Ia merupakan asal adanya segala sesuatu. Ini disebut “Tuhan” dalam bahasa arab disebut “Ilah” atau ”Allah”.
3.      Comologia, yaitu filsafat yang mencari hakikat alam yang dipelajari, apakah sebenarnya alam dan bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak.
4.      Antropologia, yaitu mempelajari filsafat manusia. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-kemampuannya, apa pendorong tindakannya, semua disediliki dan dibahas dalam antropologia.
5.      Etika, yaitu filsafat yang memiliki tingkah laku manusia.
6.      Logika, yaitu filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah akal yang terpenting dalam menyelidiki manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang logika, semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar. Filsafat akal budi ini disebut epistemologi.
Adapun objek filsafat Islam ialah objek kajian filsafat pada umumnya yaitu realitas, baik yang material maupun yang gaib. Perbedaannya terletak pada subjek yang mempunyai komitmen Qur’ani[22].
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kajian filsafat umum dengan filsafat Islam memiliki banyak persamaan, yaitu menyelediki tentang apa, bagaimana dan untuk apa, atau yang lebih dikenal dengan ontologi, epistemologi dan aksiologi, dalam filsafat Islam juga mempelajari tentang etika dan perilaku manusia, namun perbedaan yang mendasar diantara keduanya adalah subjek filsafat Islam berlandaskan pada Al-quran.
Dalam tema besarnya, objek filsafat Islam terdiri dari, Tuhan, Alam, manusia dan kebudayaan. Dalam versi ahli ushul fiqh, objek filsafat Islam dibagi menjadi dua rumusan, yaitu falsafah tasyri dan falsafat syariah.
Falsafah tasyri adalah filsafat yang memancarkan hukum Islam atau yang menguatkannya dan memeliharanya. Pokok pembicaraan filsafat tasyri adalah hakikat dan tujuan penetapan hukum yang terbagi pada dasar hukum Islam (Da’aim Al-Ahkam), prinsip-prinsip hukum Islam (Mabadi’ Al-Ahkam), pokok-pokok Islam (Ushul Al-Ahkam) atau sumber-sumber hukum Islam (Mashadir Al-Ahkam), tujuan-tujuan hukum Islam (Maqashid Al-Akhkam), dan kaidah-kaidah hukum Islam (Qawa’id Al-Ahkam). Sedangkan falsafah syariah adalah filsafat yang diungkapkan dari materi-materi hukum Islam seperti, ibadah, muamalah, jinyah, uqubah dan sebagainya. Pokok pembicaraan filsafat syariah yaitu tentang hakikat dan rahasia hukum Islam yang terbagi pada rahasia-rahasia hukum Islam (Asrar Al-Ahkam), ciri-ciri khas hukum Islam (Khasha Al-Ahkam), keutamaan hukum Islam (Mahasin Al-Ahkam), dan karakteristik hukum Islam (Thawabi’ Al-Ahkam)[23].  
Lebih jelasnya, C.A. Qadir menyatakan bahwa objek kajian filsafat Islam dibagi menjadi tiga pokok masalah, yaitu pertama masalah doktirn monoteisme atau ke-Esaan Allah. Semua filsuf Muslim berpandangan bahwa monoteisme (tauhid) merupakan doktrin sentral dari sistem pemikiran mereka, dan merupakan doktrin Islam yang spesifik. Kedua masalah menyangkut kenabian yang mencakup pembahasan mengenai sifat dasar dan ciri-ciri kesadaran kenabian. Dan ketiga masalah penyelarasan antara filsafat dan agama. Para filsuf berpendapat bahwa pada tingkat terakhir hasil pemikiran filsafat tidak mungkin bertentangan dengan agama karena kedu-duanya bersumber pada hakikat terakhir yang sama. Apabila ada kontradiksi maka diperlukan penafsiran baru. Apabila kontradiksi tidak dapat dihilangkan maka ada perbedaan pendapat tentang apakah akal pikiran atau iman yang harus diutamakan[24].  
Dengan demikian, bila ditinjau secara meterial dapat dikatakan bahwa objek filsafat itu sama dengan objek ilmu pengetahuan, namun berbeda bila secara formal. Adapun cakupan objek filsafat Islam adalah Tuhan, alam, dan manusia yang bersumber kepada Al-Quran, Al-Hadist, dan Akal. Namun, bila dilihat dari pokok masalah, filsafat Islam lebih menekankan pada masalah doktrin ke-Esaan Allah yang menjadi doktrin sentral para filsufnya, masalah kenabian dan masalah penyelarasan antara filsafat dan agama yang menyatakan bahwa pada tingkat terakhir pemikiran filsafat harus selaran dengan agama, apabila ada kontradiktif diantara keduanya yang menimbulkan perbedaan akal pemikiran dan iman, maka iman yang diutamakan sebagaimana dijelaskan diatas bahwa filsafat Islam berlandaskan Al-Quran.
     
D.  Tradisi Keilmuwan dan Peradaban Islam
Dalam peradaban Islam, bangunan tradisi keilmuwan menjadi tonggak penopang terbentuknya peradaban. Terbentuknya tradisi keilmuwan itu terkait langsung dengan nilai-nilai yang terkandung sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan Hadist. Tradisi keilmuwan dalam Islam merupakan bagian dari nilai-nilai ajaran agama. Berangkat dari aktivitas dan pengembangan keilmuwan itu pula peradaban Islam dibangun. Islam bukan hanya sebatas agama, melainkan juga sebagai sebuah peradaban. Kedua hubungan ini menjadi kian jelas bila dilacak ke sumber Al-Quran mengenai cikal bakal peradaban manusia[25].
Secara kronologis peradaban manusia sudah berawal dari aktifitas manusia melalui prosesi penciptaannya, Adam sebagai manusia sempurna dalam alam primordial, telah memperoleh anugerah akal budi dari Allah, maka dengan begitu Adam menyandang tugas sebagai khalifah di buka bumi.  Hakikat wujud manusia dalam kehidupan adalah untuk melaksanakan tugas kekhalifahan: membangun dan mengelolah dunia ini sesuai dengan kehendak Ilahi, yakni mengabdi kepada Allah[26].
Penciptaan Adam a.s. dengan kemampuan yang dianugerakan oleh Sang Maha Pencipta, mengisyaratkan tingkat kualitas sumber daya insani/manusia merupakan faktor penting bagi kehidupan manusia sebagai makhluk yang berperadaban. Sebagai manusia pertama Adam a.s memperoleh ilmu pengetahuan melalui pembelajaran langsung dari Allah. Berbeda dengan anak keturunannya, manusia memperoleh ilmu pengetahuan dengan mempelajariayat-ayat Allah[27]. Proses ini terlukis dalam isyarat wahyu pertama: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam (tulis baca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya ” (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-5).
Dari rangkaian perintah wahyu ini Rasul Saw. membangun tradisi keilmuwan sebagai landasan bagi perkembangan peradaban. Fatur Rahman dalam Jalaluddin melihat bahwa tradisi keilmuwan yang dibangun Rasul Saw. lebih bertumpuh pada peranan dan prestise guru secara individu. Mayoritas ilmuwan termsyhur, bahkan hingga akhir abad pertengahan adalah para murid informal dari guru-guru individual[28].
Pembangunan tradisi keilmuwan dalam Islam tidak dapat terlepas dari konsep iqro’. Makna iqro’ itu sendiri: telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Kandungan perintah iqro’ mengacu kepada usaha yang didukung oleh potensi yang dimiliki oleh manusia itu sendiri, antara lain (aql). Dalam Al-Quran, aql selalu dalam bentuk kata ”kerja” bukan kata benda. Hal ini mengisyaratkan hubungan akal dengan aktivitas. Semua kata-kata yang menggunakan akar kata ‘aql ini mengacu kepada makna, daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu, dorongan moral, dan daya untuk mengambil pelajaran, kesimpulan dan hikma. Dalam bangunan tradisi keilmuwannya, Islam menempatkan hubungan antara wahyu, akal dan ilmu, pengetahuan. Hal ini menunjukkan, bahwa Islam dan ilmu pengetahuan tidak terpisahkan.[29] 
Paradigma yang bersumber dari nilai-nilai Al-quran inilah yang menjadikan para ilmuwan Muslim membangun tradisi keilmuwan, dalam kaitannya dengan membangun sebuah peradaban Islam.
Osman Bakar dalam Jalaluddin menjelaskan bahwa semangat ilmiah para ilmuwan sarjana Muslim pada kenyataannya mengalir dari kesadaran mereka akan tauhid. Tidak diragukan, bahwasecara religius dan historis, asal usul perkembangan semangat ilmiah dalam Islam berbeda dengan asal-usul dan perkembangan yang sama di Barat. Tidak ada yang lebih baik dalam mengilustrasikan sumber religius semangat ilmiah dalam Islam ini daripada fakta bahwa semangat ini pertama-tama terlahir dalam agama[30].

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa yang menjadi landasan ilmuwan Muslim dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan membentuk peradaban Islam adalah didasarkan pada semangat ke-Tuhanan yang ada dalam diri para ilmuwan. Keyakinan akan kebenaran Al-Quran menjadi latar belakang berkembangnya ilmu pengetahuan.
 
E.  Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan memahami konsep dan makna filsafat Islam yang merupakan cara berpikir ilmiah untuk memahami hakikat dari ilmu pengetahuan yang dilakukan secara mendalam sampai keakar-akarnya dengan bersumber pada Al-Quran dan Hadist.
Objek filsafat secara meterial dapat dikatakan bahwa objek filsafat itu sama dengan objek ilmu pengetahuan, namun berbeda bila secara formal. Adapun cakupan objek filsafat Islam adalah Tuhan, alam, dan manusia yang bersumber kepada Al-Quran, Al-Hadist, dan Akal. Namun, bila dilihat dari pokok masalah, filsafat Islam lebih menekankan pada masalah doktrin ke-Esaan Allah yang menjadi doktrin sentral para filsufnya, masalah kenabian dan masalah penyelarasan antara filsafat dan agama yang menyatakan bahwa pada tingkat terakhir pemikiran filsafat harus selaran dengan agama.
Kemudian yang menjadi landasan ilmuwan Muslim dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan membentuk peradaban Islam adalah didasarkan pada semangat ke-Tuhanan yang ada dalam diri para ilmuwan. Keyakinan akan kebenaran Al-Quran menjadi latar belakang berkembangnya ilmu pengetahuan. Hal ini menjadi landasan awal dalam upaya untuk membangkitkan kembali tradisi keilmuwan dan peradaban Islam yang sempat berjaya pada masanya.

DAFTAR PUSTAKA


Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan: filsafat, ilmu pengetahuan, dan peradaban. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam: Konsep, filsuf dan Ajarannya. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Suriahsumantri, Jujun.S. 2003. Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Kakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara



[1] Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan: filsafat, ilmu pengetahuan, dan peradaban. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Hal. 245.
[2] Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam: Konsep, filsuf dan Ajarannya. Bandung: CV. Pustaka Setia. Hal. 35, lihat juga: Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan... Hal. 246
[3] Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan... Hal. 272-273, Lihat juga: Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 35-36.
[4] Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 37.
[5] Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 36
[6] Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan... Hal. 246.
[7] Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan... Hal. 299-300
[8]Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 3
[9]Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 15-16.
[10]Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 17.
[11]Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 18
[12]Suriahsumantri, Jujun.S. 2003. Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Kakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal. 4.
[13]Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 18
[14]Lihat: Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 22-24.
[15]Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu dan... Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 79.
[16]Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 27.
[17]Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 28-29
[18] Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 29-30
[19] Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu dan... Jakarta: Bumi Aksara. Hal 7-9
[20]Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 30
[21] Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 31
[22] Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal.31-32
[23] Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal. 32-33
[24] Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam... Hal.34-35
[25] Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan... Hal. 266-277.
[26] Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan... Hal. 267
[27] Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan... Hal. 267
[28] Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan... Hal. 268
[29] Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan... Hal. 268-269
[30] Jalaluddin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan... Hal. 271

Tidak ada komentar:

Posting Komentar