Oleh: Yurda Indari
Pengertian Obligasi
Obligasi merupakan
bukti pengakuan utang dari perusahaan. Instrument ini sering disebut dengan bonds. Obligasi di dalamnya mengandung
suatu perjanjian/kontrak yang mengikat kedua belah pihak, antara pembeli
pinjaman dan penerima pinjaman. Penerbit obligasi menerima pinjaman dari
pemegang obligasi dengan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur, baik mengenai
waktu jatuh tempo pelunasan utang, bunga yang dibayarkan, besarnya pelunasan
dan ketentuan-ketentuan tambahan lain. (Anoraga, 2001: 67)
Dalam peraturan perundang-undangan
pasar modal, obligasi adalah bukti hutang emiten yang mengandung janji
pembayaran bunga atau janji lain serta pelunasan pokok pinjamannya dilakukan
pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya 3 tahun sejak tanggal emisi.
(Setiadi, 1996: 4)
Pendapat lain
mengatakan pengertian obligasi adalah
sertifikat yang berisi kontrak antara investor dan perusahaan yang menyatakan bahwa investor tersebut/pemegang obligasi telah meminjamkan sejumlah uang kepada perusahaan. Perusahaan yang menerbitkan obligasi mempunyai kewajiban untuk membayar bunga secara reguler sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan serta pokok pinjaman pada saat jatuh tempo. (Anwar, IAIN Raden Fatah Palembang)
sertifikat yang berisi kontrak antara investor dan perusahaan yang menyatakan bahwa investor tersebut/pemegang obligasi telah meminjamkan sejumlah uang kepada perusahaan. Perusahaan yang menerbitkan obligasi mempunyai kewajiban untuk membayar bunga secara reguler sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan serta pokok pinjaman pada saat jatuh tempo. (Anwar, IAIN Raden Fatah Palembang)
Menurut Mohamad Samsul
(2006: 45) obligasi (bonds) adalah
tanda bukti perusahaan memiliki hutang jangka panjang kepada msyarakat yaitu di
atas 3 tahun. Pihak yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) dan pemegang obligasi akan
menerima kupon sebagai pendapatan dari obligasi yang dibayarkan setiap 3 bulan
atau 6 bulan sekali. Pada saat pelunasan obligasi oleh perusahaan, pemegang
obligasi akan menerima kupon dan pokok obligasi.
Taufik Hidayat (2011:
111) mendefinisikan obligasi sebagai surat berharga atau sertifikat yang berisi
kontrak antara pemberi dana (investor) dengan yang diberi dana (emiten). Dengan kata lain,
obligasi (konvensional) adalah suatu surat berharga jangka panjang yang
bersifat utang dimana penerbit memiliki kewajiban membayar bunga kepada
pemegang surat berharga tersebut selama periode tertentu dan melunasi pokok
pada saat jatuh tempo. Namun, obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban
membayar berdasarkan bunga seperti yang ada pada obligasi konvensional tidak
dibenarkan dalam Islam.
Dalam Islam istilah
yang tepat untuk obligasi adalah sukuk.
Kata sukuk berasal dari bahasa
Persia, yaitu “jak”, lalu masuk
kedalam bahasa Arab dengan nama “shak”.
Goitien menyebutkan bahwa “shak” asal
kata dari kata “ cek atau cheque”
yang terdapat dalam bahasa Inggris yang berarti surat utang. Secara terminologi
sukuk adalah sebuah kertas (buku)
atau catatan yang padanya terdapat perintah dari sesorang untuk pembayaran uang
dengan jumlah tertentu pada orang lain yang namanya tertera pada kertas
tersebut. (Rodoni, 2008: 133)
Menurut peraturan BAPEPAM
dan LK Nomor: IX.A.13 yang dikutip oleh Taufik Hidayat (2011: 112) memberikan
definisi sukuk sebagai efek syariah
berupa setifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi/syuyu’/undividen share)
atas:
•
Aset berwujud tertentu
(ayyan maujudat)
•
Nilai manfaat atas aset
berwujud (manafiul ayyan) tertentu
baik yang sudah ada maupun yang akan datang.
•
Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang
akan ada
•
Aset proyek tertentu (maujudat masyru’ muayyan) dan atau
•
Kegiatan investasi yang
telah ditentukan (nasyath ististmarin
khashah)
Dalam fatwa DSN MUI Nomor:
32/DSN-MUI/IX/2002 pengertian obligasi syariah adalah suatu surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada
pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar
dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Secara umum, sukuk adalah obligasi yang dijamin oleh adanya aset, mempunyai
pengembalian yang stabil, dapat diperjualbelikan, dan sesuai dengan aturan
syariah. syarat utama untuk penerbitan sukuk
adalah adanya suatu aset atau sekumpulan aset pada neraca keuangan pemerintah,
otoritas moneter, perusahaan korporat, bank, institusi keuangan atau badan apa
pun yang ingin memobilisasi sumber-sumber keuangan. Pengidentifikasian aset
yang cocok adalah hal utama yang harus diperhatikan dalam proses penerbitan sukuk. (Rodoni, 2008: 135)
Tabel II.1
Perbandingan Obligasi Konvensional dan
Obligasi Syariah
Karakteristik
|
Obligasi Konvensional
|
Obligasi Syariah
|
Sifat
kepemilikan
|
Surat
utang
|
Investasi
|
Sumber
pendapatan
|
Nilai
utang
|
Income
|
Pembayaran
pendapatan
|
Tetap
|
Variabel
dan tetap
|
Risiko
|
Bebas
risiko
|
Tidak
bebas risiko
|
Underlying asset
|
Tidak
ada
|
Ada
|
Pengunaan
hasil penerbitan
|
Bebas
|
Sesuai
syariah
|
Investor
|
Konvensional
|
Islami,
Konvensional
|
Harga
|
Market Price
|
Market Price
|
Penghasilan
|
Bunga/kupon,
Capital again
|
Imbalan,
Bagi hasil, Margin
|
Penerbit
|
Pemerintah,
Korporasi
|
Pemerintah,
korporasi
|
Pihak
terkait
|
Obligor/Issuer, Investor
|
Obligor,
SPV, Investor, Trustee
|
Sumber:
Hidayat (2011:113)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan
bahwa meski secara prinsip terdapat perbedaan, masih ada persamaan antara
obligasi konvensional dan obligasi syariah (sukuk).
Beberapa kesamaan tersebut diantaranya sama-sama memiliki jatuh tempo,
pembayaran pendapatan dilakukan secara periodik dan harga berdasarkan market price.
Ketentuan
Umum Obligasi Syariah
Obligasi syariah (sukuk) pada prinsipnya adalah pendanaan
jangka panjang yang berarti modal atau principal
dari sukuk itu harus kembali kepada
para investor di samping tambahan keuntungan yang diharapkan. Ada tiga pelaku
pokok dalam sistem sukuk, yaitu:
1.
Perusahaan yang
memerlukan dana
2.
Investor yang kelebihan
dana menginginkan agar dananya produktif
3.
Pihak yang mengatur
pelaksanaan sistem sukuk ini, yaitu
senantiasa yang bertindak sebagai mediator (Special
Purpose Vehicle/SPV) dan Lembaga Pasar Modal Syariah. (Rodoni, 2008: 134)
Menurut Ahmad Rodoni
dan Abdul Hamid (2008: 136) terdapat beberapa aturan umum operasional yang
berkaitan dengan obligasi syariah, yaitu:
1.
Pelaksanaan obligasi
syariah mulai dari awal sampai akhir harus terhindar dari format dan substansi
akad yang berkaitan dengan riba (pembunggaan uang) dan gharar (spekulasi murni atau terdapat unsur judi).
2.
Transaksi obligasi
syariah harus berdasarkan konsep muamalah yang sejalan dengan syariah, seperti
akad kemitraan (musyarakah, mudharabah)
dan jual beli (murabahah, salam istsihna,
jual beli jasa atau ijarah).
Dengan demikian sertifikat sukuk bukanlah
surat utang tatapi surat investasi, karena terkait dengan pembiayaan riil.
Berdasarkan akad-akad tersebut, aset sukuk
dapat berupa tanah yang akan digangun, pelabuhan darat dan laut, dam, rumah
sakit, jalan raya, bangunan, proyek-proyek pembangunan, mesin, real estate, kendaraan, perkebunan, jasa
dan hak bernilai aset.
3.
Bagi hasil pada akad
kemitraan, fee pada akad ijarah dan harga (modal dan margin) pada akad jual beli harus
ditentukan secara jelas pada awal transaksi (prospectus atau sertifikat).
4.
Usaha yang dilakukan
emiten (originator) berhubungan dengan dana sukuk
yang dikelolah harus terhindar dari semua unsur-unsur non halal.
5.
Pemberian pendapatan
dapat dilakukan secara periodik (sesuai karakter masing-masing akad).
6.
Tidak semua sertifikat sukuk dapat diperjualbelikan dan tidak
semua pendapatan dapat bersifat mengambang (flooting)
atau indikatif.
7.
Pengawasan terhadap
pelaksanaan dilaksanakan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari aspek syariah,
dan oleh wali amanat atau SPV dari segi operasional lapangan khususnya terhadap
usaha emiten.
8. Apabila emiten
melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian, maka dilakukan
pengembalian dana investor dan dibuat surat pengakuan utang.
9. Jasa asuransi syariah
dapat digunakan untuk sebagai alat perlindungan risiko aset rusak.
Landasan
Hukum Obligasi Syariah
Fatwa tentang obligasi syariah
dituangkan dalam Surat Keputusan DSN MUI Nomor: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang
Obligasi Syariah. Landasan hukum obligasi syariah adalah sebagai berikut:
1. Al-Quran
Surah Al-Ma’idah (5): 1
“Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu......” (QS. Al-Ma’idah (5): 1)
2. Al-Quran
Surat Al-Isra’(17): 34
“...
dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan
jawabnya.” (QS. Al-Isra’(17): 34)
3. Al-Quran
Surat Al-Baqarah (2): 275
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah (2): 275)
4. Hadist
Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi s.a.w.
bersabda:
“Perjanjian
boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
Jenis-jenis
Akad Dalam Obligasi Syariah
Menurut Taufik Hidayat (2011: 114-115),
berdasarkan jenis akad yang dipakai obligasi syariah dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis, yaitu:
Obligasi Syariah Mudharabah
Obligasi
syariah mudharabah adalah surat
berharga yang berisi akad mudharabah
dimana pemilik modal menyerahkan modalnya untuk dikelolah oleh pengusaha.
Pengelolaan bisnis sepenuhnya akan dilakukan oleh mudharib dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Dengan menerbitkan obligasi syariah mudharabah, penerbit wajib memberikan
pendapatan berupa bagi hasil dari pengelolaan dana kepada pemilik dana dan
membayar kembali dana pokok pada saat
jatuh tempo.
Obligasi Syariah
Murabahah
Obligai syariah mudarabah
adalah surat berharga yang berisi akad murabahah
dimana keduanya bersepakat soal harga perolehan dan keuntungan (margin). Penjual membeli barang dari
pihak lain dan menjualnya kepada pembeli dengan memberitahu harga pembelian dan
keuntungan yang ingin diperoleh dari penjulan barang tersebut. Penerbit wajib
memberikan pendapatan berupa bagi hasil dari margin keuntungan kepada pemilik dana dan membayar kembali dana pokok
pada saat jatuh tempo.
Obligasi Syariah Musyarakah
Obligasi
Syariah Musyarakah adalah surat
berharga yang berisi akad musyarakah.
Musyarakah adalah kerjasama atau
kemitraan dimana dua orang atau lebih bersepakat untuk menggabungkan modal atau
kerja dan terlibat dalam pengelolaan usaha tersebut. Pemodal dalam musyarkah ikut aktif dalam pengelolaan
keuangan dan manajerial. Penerbit obligasi wajib memberikan pendapatan berupa
bagi hasil pengelolaan dana milik pihak-pihak yang berakad kepada pemilik dana
dan membayar kembali dana pokok pada saat jatuh tempo.
Obligasi Syariah Salam
Obligasi Syariah Salam adalah surat berharga yang berisi akad salam. Penerbit obligasi wajib memberikan pendapatan berupa bagi hasil dari margin keuntungan kepada pemilik dana dan membayar kembali dana pokok pasa saat jatuh tempo.
Obligasi Syariah Salam
Obligasi Syariah Salam adalah surat berharga yang berisi akad salam. Penerbit obligasi wajib memberikan pendapatan berupa bagi hasil dari margin keuntungan kepada pemilik dana dan membayar kembali dana pokok pasa saat jatuh tempo.
Obligasi Syariah Istishna’
Istishna’
adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
criteria dan persyaratan yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’). Dengan begitu, penerbit
obligasi wajib memberikan pendapatan berupa bagi hasil dari margin keuntungan kepada pemilik dana
dan membayar kembali dana pokok pada saat jatuh tempo.
Obligasi Syariah Ijarah
Ijarah sendirri merupakan akad sewa menyewa dimana terjadi pemindahan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa tanpa disertai dengan pemindahan hak kepemilikan. Penerbit wajib memberikan pendapatan berupa fee hasil penyewaan aset kepada pemilik dana dan membayar kembali dana pokok pada saat jatuh tempo.
Dari beberapa jenis obligasi syariah tersebut, berdasarkan Fatwa DSN MUI tentang obligasi syariah, akad yang baru digunakan dalam transaksi obligasi syariah ada dua yaitu akad Mudharabah dengan Nomor Fatwa: 33/DSN-MUI/IX/2002 dan akad ijarah dengan Nomor Fatwa: 41/DSN-MUI/III/2004.
Obligasi Syariah Ijarah
Ijarah sendirri merupakan akad sewa menyewa dimana terjadi pemindahan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa tanpa disertai dengan pemindahan hak kepemilikan. Penerbit wajib memberikan pendapatan berupa fee hasil penyewaan aset kepada pemilik dana dan membayar kembali dana pokok pada saat jatuh tempo.
Dari beberapa jenis obligasi syariah tersebut, berdasarkan Fatwa DSN MUI tentang obligasi syariah, akad yang baru digunakan dalam transaksi obligasi syariah ada dua yaitu akad Mudharabah dengan Nomor Fatwa: 33/DSN-MUI/IX/2002 dan akad ijarah dengan Nomor Fatwa: 41/DSN-MUI/III/2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar