Oleh: Dr. Agustianto, MA
Sekitar dua
dasawarsa (20 tahun) menjelang abad 21, ratusan bank-bank syari’ah di dunia
internasional, meraih sukses dan kemajuan luar biasa. Bank-bank Islam yang
menghapuskan bunga dan menggantinya dengan sistem bagi hasil, ternyata sangat
ampuh dan tangguh menghadapi gejolak krisis moneter dan bisa meraup keuntungan
bisnis.
Dengan
majunya bank-bank syari’ah tanpa bunga, maka otomatis hukum bunga bank yang
pernah diperselisihkan dan diperdebatkan, menjadi tergugat kembali. Kalau dulu,
ada ulama yang menerima dan membolehkan bunga dengan alasan darurat atau
memandangnya sebagai suatu keharusan agar bank bisa hidup dan memperoleh
untung, maka di zaman ini, alasan darurat atau anggapan keharusan bunga itu,
telah hilang sama sekali. Sebab telah menjadi fakta, bahwa ternyata bank-bank
Islam
dapat berkembang dan menunjukkan prestasi besarnya dalam meraih keuntungan. Tegasnya, tidak ada lagi alasan darurat bagi kebolehan bunga bank, sebab bank-bank syari’ah telah hadir disekitar kita.
dapat berkembang dan menunjukkan prestasi besarnya dalam meraih keuntungan. Tegasnya, tidak ada lagi alasan darurat bagi kebolehan bunga bank, sebab bank-bank syari’ah telah hadir disekitar kita.
Tulisan ini akan memaparkan bunga
dalam perspektif historis, pendapat para filosof Yunani tekemuka dan pandangan
agama-agama samawi dengan harapan tulisan ini akan memberikan keyakinan kepada
ummat Islam bahwa larangan praktek bunga telah diajarkan sepanjang sejarah
manusia dan oleh semua agama samawi, oleh karena itu praktek bunga ini harus
kita tinggalkan.
a. Bunga Dalam Lintasan Sejarah
Menurut
pakar sejarah ekonomi, kegiatan bisnis dengan sistem bunga telah ada sejak
tahun 2.500 sebelum masehi, baik Yunani kuno, Romawi kuno, dan Mesir kuno.
Demikian juga pada tahun 2000 sebelum masehi, di Mesopotamia (wilayah Iraq
sekarang) telah berkembang sistem bunga. Sementara itu, 500 tahun sebelum
masehi Temple of Babilion mengenakan
bunga sebesar 20% setahun.
Sejarah
mencatat, bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban tinggi, melarang keras
peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles dalam karyanya politics telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani
kuno. Dengan mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia
menilai bahwa sistem bunga merupakan sistem yang tidak adil. Menurutnya uang
bukan seperti ayam yang bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak
kepingan uang yang lain. Selanjutnya ia mengatakan bahwa meminjamkan uang
dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya. Sementara itu, Plato
(427-345 SM), dalam bukunya “LAWS”, juga mengutuk bunga dan memandangnya
sebagai praktek yang zholim. Menurut Plato, uang hanya berfungsi sebagai alat
tukar, pengukuran nilai dan penimbunan kekayaan. Uang sendiri menurutnya
bersifat mandul (tidak bisa beranak dengan sendirinya). Uang baru bisa bertambah
kalau ada aktivitas bisnis riil. Dua
filosof Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk
mewakili pandangan filosof Yunani tentang bunga.
Selanjutnya,
pada tahap-tahap awal, kerajaan Romawi kuno, juga melarang keras setiap
pungutan atas bunga dan pada perkembangan berikutnya mereka membatasi besarnya
suku bunga melalui undang-undang. Kerajaan romawi adalah negara pertama yang
menerapkan peraturan tentang bunga untuk melindungi para konsumen.
Kebiasaan
bunga juga berkembang di tanah Arab sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasul.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa bangsa Arab cukup maju dalam perdagangan. Hal
ini digambarkan Al-Qur’an dalam surah Al-Quraisy dan buku-buku sejarah
dunia.Bahkan kota Mekkah saat itu pernah menjadi kota dagang internasional yang
dilalui tiga jalur-jalur perdagangan dunia Eropa, dan Afrika, India dan China,
serta Syam dan Yaman.
Suatu hal
yang tak bisa dibantah, bahwa dalam rangka menunjang arus perdagangan yang
begitu pesat, mereka membutuhkan fasilitas pembiayaan yang memadai guna
menunjang kegiatan produksi dan perdagangan. Jadi peminjaman modal untuk perdangan
dilakukan dengan sistem bunga. Tegasnya pinjaman uang pada saat itu, bukan
semata untuk konsumsi, tetapi juga untuk usaha-usaha produktif. Sistem bunga
inilah selanjutnya yang dilarang Al-Qur’an secara bertahap.
Ayat Al-Qur’an
surah Ali Imran ayat 30 yang melarang riba yang berlipat ganda, belum selesai
(tuntas). Sebab setelah itu, turun lagi ayat tentang riba yang mengharamkan
segala bentik riba, baik riba yang berlipat ganda maupun yang ringan bunganya
(Q.S 2: 275, 279).
b.
Bunga Menurut
Agama- Agama
1) Agama
Yahudi
Pandangan
agama Yahudi mengenai bunga terdapat dalam kitab perjanjian lama pasal 22 ayat 25 yang berbunyi, Jika
engkau memin-jamkan uang kepada salah seorang dari umatku yang miskin diantara
kamu, maka janganlah enkau berkaku seperti orang penagih hutang dan janganlah engkau bebankan bunga uang
padanya, melainkan engkau harus takut pada Allahmu supaya saudaramu dapat hidup
diantaramu”.
Pasal
tersebut dengan tegas melarang praktek bunga bagi orang Yahudi. Namun, orang
Yahudi suka membuat helah dengan menafsirkan pasal tersebut sesuai dengan
nafsunya. Menurut mereka, bunga hanyalah terlarang kalau dilakukan sesama
Yahudi, dan tidak dilarang bila dipraktekkan terhadap kaum yang bukan Yahudi.
Mereka mengharamkan bunga sesama mereka, tetapi menghalalkannya pada pihak
lain. Sikap perbutan itu dikecam Al- Qur’an sebagai perbuatan yang zalim dan
batil (QS.160-161).
2)
Agama Nasrani
Pandangan
agama Nasrani mengenal bunga, terdapat dalam kitab perjanjian lama Kitab Deuteronomiy pasal 23 ayat 19. ”Janganlah
engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makan yang
dibungakan”.Selanjutnya dalam perjanjian baru dalam Injil lukas ayat 34
disebutkan, “Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya,
maka dimana sebenarnya kehormatan kamu, tetapi berbuatlah kebajikan dan
berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu
akan banyak”.
Melihat pandangan kedua agama tersebut
tentang pelarangan bunga, amatlah tepat untuk menyimpulkan bahwa umat non
muslimpun harus menyambut baik bank tanpa bunga. Hal ini karena bank Islam telah memberikan jalan keluar
dari larangan kitab suci di atas. Dan inilah
agaknya sarana yang paling tepat untuk mengembangkan kerjasama dalam memerangi
bunga yang telah dilarang agama samawi tersebut.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, maka tokoh agama
Nasrani dengan tegas melarang pembungaan uang. Ajaran tersebut diyakini dan
dikembangkan oleh kaum Skolastik yang pemiiran-pemikiran ekonominya masih
sangat konsisten dengan ajaran gereja. Dua tokoh skolastik yang paling terkenal
adalah St. Albertus Magnus (1206-1280) dan Thomas Aquinas (1225-1274). Keduanya
sangat mengutuk praktek pembungaan uang. Thomas Aquinas dalam Summa Theologia
bahkan dengan tegas menyebut orang-orang yang memperanakkan uang sebagai
pendosa. Bagi Aquinas memungut bunga dari uang yang dipinjamkan adalah tidak
adil dan sama artinya dengan menjual sesuatu yang tidak ada.
. Ajaran
agama Nasrani yang melarang bunga sampai abad 13 masih menjadi ajaran gereja.
Pada akhir abad 13, muncul aliran-aliran baru yang berusaha menghilangkan
pengaruh gereja yang mereka anggap kolot, sehingga peminjaman dengan bunga
berkembang luas dan pengharaman bunga dari pihak gereja pun makin kabur. Sejak
itu praktek bunga merajalela dan dianggap sah di Eropa. Pada masa itu sarjana
Kristen melakukan rumusan baru tentang pendefenisian bunga. Bahasan mereka
bertujuan memperluas dan melegitimasi bunga. Mereka membedakan bunga menjadi
dua, yakni interest dan usury. Menurut mereka interest adalah bunga yang
dibolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan (riba).
Konsep tersebut semakin berkembang
luas, setelah Raja Inggris, yakni Hendri
VIII, pada tahun 1545 M mengukuhkan dan mengembangkannnya Ia dengan tegas
mengatakan bahwa riba (usury) tidak
dibenarkan, sedangkan bunga (interest)
dibolehkan asal tidak berlebihan. Gaung Raja Hendrik VIII itu sampai ke Belanda
dan Eropa lainnya. Ketika Belanda menjajah Indonesia, mereka menyebar luaskan
pandangan Hendrik VIII, selama 350 tahun di Indonesia. Sehingga ada orang Indonesia
yang melarang dan menjauhi riba tapi membolehkan dan mempraktekkan bunga.
Mereka membedakan bunga dan riba. Padahal bunga dan riba samasaja.
Bahkan, ada orang beranggapan bahwa
bunga bank yang ada pada masa kini, berbeda dengan riba yang ada pada masa
jahiliyah. Riba pada masa jahiliyah
diharamkan karena berlipat ganda. Sedangkan bunga bank dibolehkan.
Anggapan itu ternyata keliru besar. Kekeliruan itu ditunjukkan oleh hasil
penelitian para ekonom dan intelektual muslim terkenal, seperti Prof. Dr.Muhammad Nejatullah Ashiddiqi, Prof.
Dr. Umar Chapra, Prof. Dr . M.A. Mannan, Prof. Kursyid Ahmad, serta Puluhan
ekonom muslim dan non
muslim lainnya. Para ekonom muslim melakukan penelitian ilmiah
secara historis tentang
bunga dan riba
sepanjang sejarah kehidupan
manusia, mulai Yunani
Kuno, Roma kuno,
Mesopotamia dan Arab
Jahiliyah.
Dari penelitian historis itu
disimpulkan, bahwa sistem bunga, sebenarnya sudah lama ada dalam sejarah
kehidupan manusia. Selanjutnya penelitian itu menunjukkan bahwa ternyata bunga
dan riba sama saja. Bahkan ditemukan, bunga bank yang ada sekarang lebih zalim
dari riba Jahiliyah. Karena bunga bank sekarang, telah dikenakan pada bulan
pertama, sementara riba jahiliyah, bunga belum dikenakan, kecuali pada saat jatuh tempo itu si debitur tak mampu
membayar hutangnya, maka pada bulan depan ia harus membayar bunga, karena
adanya penangguhan Karena itu para ekonom muslim menetapkan bahwa sistem bunga
yang diterapkan dalam bank konvensional saat ini tidak sesuai dengan syari’ah
Islam, karenanya ia harus diganti dengan sistem bagi hasil (mudharabah dan
masyarakat dan produk syari’ah lainnya).
c.
Penutup
Dari
uraian-uraian di atas, jelaslah bahwa bunga telah dilarang dalam peradaban
manusia sejak ribuan tahun yang lalu, sejak Yunani Kuno, Romawi kuno dan Mesir
Kuno. Demikian pula agama-agama samawi, seperti Yahudi dan Nasrani. Kini
seluruh pakar ekonomi Islam di dunia telah ijma’ menetapkan bahwa bunga bank
adalah haram, karena itu ummat Islam harus hijrah dari bank konvensional kepada
bank syari’ah, baik dalam bentuk tabungan, deposito, giro dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar